KESENIAN

SELAMAT DATANG
DI BLOG LooKM4N G4R3NG.
BLOG INI TERLAHIR KARENA KEINGINTAHUAN DAN KEHAUSAN
TENTANG KESENIAN

Jumat, 15 Agustus 2014

BENTUK PERTUNJUKAN TOPENG DHALANG MADURA UNTUK KEMASAN PARIWISATA

Oleh : Lukman Riyadi
ABSTRAK
Salah satu cara agar seni pertunjukan tidak rebah atau mati, perlu diolah menjadi kemasan yang menarik, sarat akan nilai estetis, namun juga tidak meninggalkan bentuk asli dari kesenian itu sendiri. Aspek yang sangat menjanjikan untuk dapat membantu seni pertunjukan agar tetap hidup adalah mengemas seni pertunjukan ini kedalam aspek wisata. Pariwisata ada karena adanya wisatawan, orang-orang yang ingin kemana-mana untuk melihat sebanyak mungkin, seaneh mungkin, dengan biaya yang serendah mungkin dan dalam waktu sependek mungkin (Kayam, 1981: 179). Maka pengusaha-pengusaha wisata yang dibingkai dalam keadaan demikian mulai tergerak untuk menciptakan sarana prasarana untuk menunjang dan memuaskan kondisi tersebut. Daerah yang telah mengeksplorasi kekayaan alam dan kebudayaan termasuk seni pertunjukan yang dimiliki daerahnya di Indonesia adalah daerah Bali, seniman Bali sangat peka terhadap selera masyarakat termasuk wisatawan.
Seperti halnya Bali, di Jawa Timur khususnya daerah Madura yang sangat kental dan erat dengan tradisi daerahnya memiliki bentuk-bentuk kesenian khas dan berbeda dari daerah-daerah lain, gaya hidup masyarakatnya yang sangat mencintai budaya asli daerahnya membuat kebudayaan termasuk kesenian Madura tetap lestari didaerahnya. Namun, dengan adanya Jembatan Suramadu yang merupakan sarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat luar Madura berkunjung ke pulau itu. Masyarakat luar atau lazim disebut dengan wisatawan itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan semata-mata hanya ingin mencoba jembatan Suramadu saja, namun para wisatawan menginginkan untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana Pulau Madura secara luas. Masuknya unsur modernisasi yang menginginkan segala sesuatu serba instan mendorong masyarakat Madura ikut memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya untuk mendapat point lebih, agar wisatawan yang awalnya hanya ingin tahu bagaimana keadaan pulau Madura ingin datang lagi dan kembali lagi berkunjung kesana.
Seni Pertunjukan Topeng Dhalang Madura merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional masyarakat Madura yang mulai berkurang peminatnya. Untuk mengembalikan eksistensi seni pertunjukan Topeng  Dhalang ini, seniman Madura perlu berupaya mengubah kemasan atau bentuk pertunjukan Topeng  Dhalang menjadi suatu kemasan dengan tujuan untuk konsumsi pariwisata. Usaha seperti ini sesungguhnya bukanlah sekedar ikhtiar agar seni tradisi tetap lestari tetapi juga memberikan berbagai dimensi baru bagi kebudayaan tradisi tanpa harus terjebak oleh cita-cita luhur berlebihan sebagai penjaga tradisi (lama). Upaya seperti ini memiliki kepentingan sebagai usaha pelestarian yang handal. Tantangan terbesar dari kesenian tradisi dalam berhadapan dengan modernisasi dan globalisasi adalah perubahan pemaknaan fungsi dan perannya, terutama ketika berbenturan dengan seni kontemporer dan kepentingan pariwisata, hal ini telah menjelma menjadi sebuah tuntutan yang apabila tidak segera ditanggapi secara kreatif, mengandung resiko ditinggalkan oleh masyarakat "baru". Generasi muda yang dapat menghafal tradisi dan menyenangi seni tradisi semakin sedikit, dapat menyebabakan seni tradisi terancam punah.
Kata Kunci: Topeng Dhalang, Pariwisata, eksistensi.

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Madura merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang terkenal akan pesona keindahan alam, dan mempunyai berbagai kebudayaan yang menarik dan memiliki nilai jual. Tidak hanya kebudayaannya saja, namun kesenian yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah suatu wujud atau hasil karya dari masyarakat Madura. Kesenian merupakan produk asli yang diciptakan dan berkembang disuatu daerah tertentu lazim disebut kesenian tradisional, merupakan local genius masyarakat sangat menarik untuk dipelajari dan diolah secara kreatif agar dapat digunakan dalam segala aspek.
Hegel dalam Bastomi (1992:36) mengatakan bahwa perkembangan seni mengakibatkan tumbuhnya bermacam-macam seni. Seni adalah pencerminan jiwa atau gagasan yang tertuang dalam bermacam-macam bentuk dengan berbagai media ungkap. Ditinjau dari bentuk perwujudannya, seni terbagi tiga jenis, yaitu: seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan, untuk membedakan ketiga jenis seni tersebut dapat ditinjau dari cara menikmati wujudnya. Seni rupa dikatakan seni yang kekal, dari kata kekal dapat disimpulkan bahwa seni rupa kapanpun dan dimanapun tempatnya apabila wujudnya sama akan sama pula orang memaknainya, sedangkan seni pertunjukan dikatakan seni yang hilang waktu, walaupun melihat pertunjukan yang sama akan terasa berbeda makna yang dirasakan ketika pertama menonton dan selanjutnya. Seni pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu keadaan dimana seni itu tumbuh dalam lingkungan-lingkungan ethnik yang berbeda satu sama lain. Dalam lingkungan-lingkungan ethnik ini, adat, atau kesepakatan bersama yang turun temurun mengenai perilaku, mempunyai wewenang yang amat besar untuk menentukan rebah-bangkitnya kesenian, seni pertunjukan pada pertunjukannya.
Salah satu cara agar seni pertunjukan tidak rebah atau mati, perlu diolah menjadi kemasan yang menarik, sarat dengan nilai estetis, namun juga tidak meninggalkan bentuk asli dari kesenian itu sendiri. Aspek yang sangat menjanjikan untuk dapat membantu seni pertunjukan agar tetap hidup adalah mengemas seni pertunjukan ini kedalam aspek wisata. Pariwisata ada karena adanya wisatawan, orang-orang yang ingin kemana-mana untuk melihat sebanyak mungkin, seaneh mungkin, dengan biaya yang serendah mungkin dan dalam waktu sependek mungkin (Kayam, 1981: 179). Maka pengusaha-pengusaha wisata yang dibingkai dalam keadaan yang demikian mulai tergerak untuk menciptakan sarana prasarana untuk menunjang dan memuaskan kondisi tersebut. Di Indonesia yang telah melakukan hal ini adalah daerah Bali, seniman Bali sangat peka terhadap selera masyarakat termasuk wisatawan.
Seperti halnya Bali, di Jawa Timur khususnya daerah Madura sangat kental dan erat dengan tradisi daerahnya memiliki bentuk-bentuk kesenian khas dan berbeda dari daerah-daerah lain, gaya hidup masyarakatnya yang sangat mencintai budaya asli daerah membuat kebudayaan termasuk kesenian Madura tetap lestari. Namun, dengan adanya Jembatan Suramadu yang merupakan sarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat luar Madura berkunjung ke pulau itu, masyarakat luar atau lazim disebut dengan wisatawan itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan semata-mata hanya ingin mencoba jembatan Suramadu saja, melainkan para wisatawan menginginkan untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana Madura secara luas. Masuknya unsur modernisasi yang menginginkan segala sesuatu serba instan mendorong masyarakat Madura ikut memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya untuk mendapat point lebih agar wisatawan yang awalnya hanya ingin tahu bagaimana keadaan pulau Madura ingin datang lagi dan kembali lagi berkunjung kesana.
Seni pertunjukan Topeng  Dhalang Madura merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional masyarakat Madura yang mulai berkurang peminatnya. Untuk mengembalikan eksistensi seni pertunjukan Topeng  Dhalang ini, seniman Madura perlu berupaya mengubah kemasan atau bentuk pertunjukan Topeng  Dhalang menjadi suatu kemasan dengan tujuan untuk konsumsi pariwisata. Usaha seperti ini sesungguhnya bukanlah sekedar ikhtiar agar seni tradisi tetap lestari tetapi juga memberikan berbagai dimensi baru bagi kebudayaan tradisi tanpa harus terjebak oleh cita-cita luhur berlebihan sebagai penjaga tradisi (lama). Upaya seperti ini memiliki kepentingan sebagai usaha pelestarian yang handal, tantangan terbesar dari kesenian tradisi dimanapun ketika berhadapan dengan modernisasi dan globalisasi adalah perubahan pemaknaan fungsi dan perannya, terutama saat berbenturan dengan seni kontemporer dan kepentingan pariwisata, hal ini telah menjelma menjadi sebuah tuntutan, yang apabila tidak segera ditanggapi dengan kreatif, dapat beresiko ditinggalkan oleh masyarakat "baru". Generasi muda yang mampu menghafal tradisi dan menyenangi seni tradisi semakin sedikit dapat mengakibatkan seni tradisi terancam punah. Perubahan nilai dan paradigma sosial masyarakat dalam konteks hubungan dengan seni dan penikmat seni ini merupakan satu hal penting yang harus disiasati dengan kreatif tanpa mesti dikhawatirkan akan mencairkan kemurnian seni tradisi itu sendiri.
Berdasarkan  kondisi diatas perlu adanya kesadaran dari generasi muda terutama masyarakat lokal untuk selalu berupaya melestarikan seni pertunjukan Topeng  Dhalang yang merupakan kesenian tradisi masyarakat Madura, sehingga penulis tertarik untuk mengangkat seni pertunjukan Topeng  Dhalang dalam penulisan yang berjudul "Bentuk Pertunjukan Topeng  Dhalang Madura Untuk Kemasan Pariwisata", dengan judul yang telah diangkat penulis telah menemukan permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu: Bagaimana bentuk pertunjukan Topeng  Dhalang Madura untuk kemasan pariwisata?, setelah pendapatkan permasalahan penulis memiliki tujuan dalam penulisan ini untuk mengetahui bentuk pertunjukan Topeng  Dhalang Madura dalam kemasan pariwisata. Banyak manfaat yang dapat diambil ketika membaca tulisan ini, manfaat yang dapat diambil baik bagi penulis maupun pembaca antara lain: (1) Bagi penulis dapat menambah ilmu dengan mengadakan kajian pustaka dan pengamatan dalam penulisan makalah ini. Selain itu, penulisan makalah ini juga dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman penulis tentang teater tradisional Topeng  Dhalang, (2) Bagi pembaca, sebagai bacaan yang memberikan pengetahuan tentang kesenian Topeng  Dhalang sehingga menjadi pencerahan untuk mempertahankan dan melestarikannya.

II. PEMBAHASAN
A.       Bentuk Pertunjukan Topeng Dhalang
Seperti halnya Ludruk, salah satu jenis seni pertunjukan di Jawa Timur, yang mengawali setiap pementasannya dengan ngremo, Topeng Dhalang juga membuka pagelaran dengan penampilan tarian Ksatria Kelana Tunjungseta yang membawa serta empat raksasa pengiring. Cerita yang terkandung dalam tari pembuka ini sendiri adalah tentang Dewa Siwa yang sedang mengirim Kelana Tanjungseta beserta anak buahnya untuk mengawasi keadaan serta perilaku manusia di bumi. Setelah tari pembukaan, Dhalang membuka dengan pemaparan prolog atau panorama, kemudian disusul tembang-tembang Suluk. Alunan tembang ini mengantarkan para penonton untuk memasuki inti cerita yang akan dipentaskan. Suluk dan dialog dalam Topeng Dhalang Madura memakai bahasa Madura halus, sedangkan suluk pembukaan menggunakan bahasa Jawa kuno, hal ini membuktikan bahwa topeng awalnya berasal dari satu sumber.
Dalam setiap pertunjukan, tokoh utama yang menggerakkan semua pemeran adalah dhalang. Ki Dhalang sebagai pemimpin orkestra gamelan, menyajikan suluk, narasi dan mengucapkan dialog. Dengan suaranya yang lembut dan kadang menghentak keras Ki Dhalang memimpin penari-penari yang bergerak di belakang topeng. Semua pemeran lakon atau penari tidak berdialog, kecuali tokoh Punakawan karena dialog dan nyanyian seluruhnya diucapkan oleh Dhalang yang duduk di belakang layar. Pada layar tersebut dibuat lubang kecil yang berbentuk segi empat, disinilah Dhalang mengisahkan lakon sesuai dengan cerita, sedangkan di depan layar para pemain lakon menyesuaikan dengan gerakan-gerakan tari setiap alur cerita yang dikisahkan Dhalang.
Setiap lakon yang dibawakan selalu sarat dengan gaung cinta, adegan heroik ataupun beragam petuah bermakna filosofis kehidupan yang kental,  ditambah dengan gerak tarian yang terangkai dalam gerak yang kompleks, seperti gerakan tarian yang halus, lemah lembut lalu kemudian berubah kasar, kaku dan sedikit naif, namun dibawakan dengan penuh emosi yang ekspresif. Dalam setiap pementasan, penampilan para penari sangat sederhana, tetapi ekspresif sekalipun setiap gerak tari sedikit kaku, tetapi mengandung nilai spiritual yang tinggi merupakan salah satu nilai tambah, karena nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan masih brilian, bersih dan otentik.
Gerakan atau gaya tarian yang dipakai dalam pertunjukan Topeng Dhalang ada beberapa macam, diantaranya: Tandhang Alos (tari halus), Tandhang baranyak (tari sedang), Tandhang ghalak (tari kasar) dan putri (gerak penari perempuan). Masing-masing tandhang ini diiringi oleh gending-gending tersendiri, seperti: Tandhang Alos yang diiringi gending-gending Puspawarna, Tallang, dan Rarari, tandhang Baranyak diiringi gending-gending Calilit, Pedat dan Lembik, sedangkan tandhang Ghalak diiringi gending-gending Gagak, Pucung, Kewatang Serang dan Gunungsari. Alat musik yang dipakai adalah gamelan, ditambah crek-crek yang dipakai oleh dhalang.
Nilai positif pada Topeng Dhalang Madura adalah suasana dengan nuansa magis yang dibangun oleh bunyi gemerincing gongseng, getaran gongseng seakan menyebar ke seluruh arena membentuk suasana yang diperlukan, baik suasana sedih, gembira ataupun tegang. Nuansa magis yang lain adalah disaat penari menghentak-hentakkan kaki, sepanjang pertunjukan tak sepi dari suara ghungseng (gongseng), apabila disimak memang suara satu dan lainnya memberikan ekspresi tersendiri.
Lakon yang dimainkan dalam Topeng Dhalang banyak mengambil kisah Panji atau kisah-kisah seperti Damar Wulan, namun dalam perkembangannya kisah-kisah yang dipentaskan saat ini banyak mengambil cerita dari epik Ramayana dan Mahabharata, dengan ditambah cerita-cerita carangan, dimana tokoh-tokohnya tetap merupakan tokoh-tokoh Ramayana atau Mahabharata.
Dalam setiap pementasan kisah Mahabharata lebih sering ditampilkan, karena kisah-kisah dalam Mahabharata terdapat lebih banyak pertentangan, perseteruan dan konflik. Konflik multi dimensi dari masalah cinta, perang saudara, perebutan tahta, ideologi maupun pertentangan antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, saudara dengan saudara. Konflik-konflik tersebut dibumbui dengan adu kedigdayaan, baik berupa senjata mustika maupun kesaktian yang dimiliki oleh para ksatria. Setelah pertunjukan selesai dilanjutkan dengan seni macopat atau mamaca sebagai lanjutan upacara ritual.
B.       Seni Tradisi Dapat Dinikmati Oleh Wisatawan
Sejak pariwisata menjadi industri yang populer terutama karena manfaat-manfaat ekonomisnya, membuat setiap negara berminat mengembangkan dirinya menjadi salah satu tujuan wisata. Setiap negara akan mulai mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat dieksploitasi secara komersial, salah satu caranya adalah mengadakan pembangunan, pengembangan, dan pembaharuan disemua bidang termasuk bidang seni pertunjukan.
Soedarsono dalam bukunya Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata (1999:3) mengemukakan ada lima ciri utama dari seni pertunjukan wisata di negara yang sedang berkembang, yaitu: (1) tiruan dari aslinya, ini berarti bahwa seni pertunjukan yang disajikan untuk kemasan periwisata tidak harus sama dengan yang asli, namun tidak menghilangkan unsur-unsur didalamnya; (2) singkat dan padat atau bentuk mini dari aslinya, wisatawan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk menyaksikan seni pertunjukan disuatu daerah, tetapi membutuhkan bentuk pertunjukan yang utuh, dan tidak dalam waktu yang lama, sehingga seniman harus membuat kemasan seni pertunjukan yang singkat, padat namun tidak meninggalkan bentuk aslinya; (3) penuh variasi, kreativitas seniman untuk mengemas pertunjukan yang diinginkan wisatawan menjadi salah satu unsur yang sangat penting, karena wisatawan ingin melihat sesuatu yang baru dan unik, seperti penggunaan kostum, tata rias, tata panggung, serta unsur pendukung lainnya yang menarik dan tidak ketinggalan zaman; (4) ditanggalkan nilai-nilai sakral, magis, serta simbolisnya, wisatawan luar daerah tidak mengetahui tentang hal-hal sakral, magis, maupun simbolis dari daerah tempat wisata yang dikunjungi, sehingga membuat seni pertunjukan yang dikemas untuk pariwisata menghilangkan unsur-unsur tersebut, karena ada atau tidaknya unsur tersebut tidak membuat kemasan pertunjukan ini berubah; (5) murah harganya, harga merupakan satu hal yang selalu diperhitungkan wisatawan sebelum berkunjung disuatu daerah, maka dari itu pemilihan harga harus tepat agar wisatawan tidak perlu berpikir dua kali untuk datang dan melihat pertunjukan yang ditawarkan di daerah tersebut.
            Seni tradisi yang merupakan produk asli di suatu daerah adalah sebuah aset yang bisa menjadikan tujuan wisatawan berkunjung. Kesenian tradisi yang lahir dari masyarakat yang mendiami suatu daerah tertentu juga dapat dieksplorasi menjadi satu pertunjukan yang menarik dan memiliki nilai jual di indutri pariwisata.
C.       Bentuk Penyajian Topeng Dhalang Untuk Kemasan Parawisata
Dalam pengemasan pertunjukan wisata, para seniman Madura khususnya seniman Sumenep mulai peka terhadap selera para wisatawan, hal itu dilakukan tidak lain untuk mengangkat nilai-nilai seni tradisi dan memperkenalkannya kepada masyarakat luar, salah satu upaya yang dilakukan adalah mengemas pertunjukan Topeng Dhalang untuk konsumsi pariwisata. Hal ini tentunya berbeda sekali dengan kemasan pertunjukan yang sudah ada dan berkembang dikalangan masyarakat, dimana masih mengedepakan nilai-nilai spiritual yang dikemas dalam bentuk upacara ritual, sehingga masyarakat hanya bisa menonton pertunjukan Topeng Dhalang di acara-acara tertentu saja, seperti ritual tase' (upacara laut) dan acara pernikahan. Masyarakat masih sangat percaya akan tradisi leluhur, meskipun sudah banyak masyarakat yang mulai meninggalkan kepercayaan itu.
Seni Topeng Dhalang yang dikemas untuk tujuan parawisata mengalami banyak perubahan, baik dari segi gerak, blocking, bahasa, durasi, cerita maupun settingnya.
1.    Gerak
Gerak merupakan suatu unsur utama dalam tari maupun dalam seni teater, maka ini menjadi tugas seorang sutradara dan koreografer untuk mengemas dengan baik, karena pertunjukan Topeng Dhalang tidak akan pernah lepas dari unsur tersebut, yaitu tari dan teater.
Gerakan pembentuk cerita dan tari-tarian dalam pertunjukan topeng dhalang mestinya tidak berubah dilihat dari segi seni tradisi yang lebih mengutamakan unsur pakem, tetapi dengan adanya kemasan baru maka dimasukkan beberapa karakteristik yang sebelumnya belum ada dalam pertunjukan lama, seperti memadukan gerakan tradisi dan modern,dengan kata lain gerakan-gerakan yang digunakan tidak semua pakem, tetapi tidak menghilangkan nilai kepakeman kesenian ini tentunya, ini untuk menambah warna dalam pertunjukan tersebut. Salah satu gerakan perpaduan tradisi dan modern misalnya, gerakan goyangan pinggul yang mirip dengan goyangan orang mendengarkan musik, padahal pada seni pertunjukan Topeng Dhalang yang asli hampir tidak tampak gerakan goyang tersebut.
2.     Blocking
Blocking adalah kedudukan tubuh pada saat diatas pentas. Dalam permainan teater, blocking yang baik sangat diperlukan, yang dimaksud dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.
Dalam penataan pertunjukan diatas panggung, perlu adanya struktur pemetaan yang kuat, sehingga panggung kaya dan mempunyai banyak dimensi ruang. Seni tradisi cenderung bersifat kaku, karena nilai luhur benar-benar dijaga, tetapi apabila kesenian tradisi tersebut diangkat untuk kepentingan hiburan maka perlu adanya sentuhan yang berbeda, meskipun tidak mengubah semuanya, sehingga esensinya tidak berubah. Topeng Dhalang yang diangkat dari ritual ke profan sangat menarik ketika mendapatkan sentuhan-sentuhan baru yang lebih memperkaya bentuk pemanggungan.
3.    Bahasa
Bahasa merupakan faktor penyambung komunikasi antara pertunjukan dan penonton. Bahasa tidak hanya berbentuk verbal, tetapi juga bisa lewat tubuh dan nada-nada dalam musik, sehingga melalui bahasa tersebut penonton dapat menangkap maksud yang dsampaikan, seperti pesan moral, maupun konteks cerita. Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Bahasa yang digunakan dalan pertunjukan topeng Topeng Dhalang ketika diangkat untuk konsumsi pariwasata sudah mengalami perubahan, sebelumnya bahasa yang digunakan dalang menggunakan bahasa Madura dan sedikit campuran bahasa Jawa, tetapi disini sudah mulai ditambahkan dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena melihat kondisi wisatawan tidak hanya dari pulau Madura dan Jawa saja, tetapi dari luar pulau Jawa banyak wisatawan yang ingin menikmati pertunjukan kesenian Topeng Dhalang Madura, seperti wisatawan dari Jakarta dan Semarang. Hal ini terbukti ketika ada pertunjukan Topeng Dhalang dalam acara peringatan hari jadi Kabupaten Sumenep, acara ini berlangsung rutin setiap tahun, banyak wisatawan dari Jakarta dan Semarang khususnya mengapresi pertunjukan Topeng Dhalang, ketika  beberapa wisatawan tersebut ditanyakan  tentang ketertarikan menonton Topeng Dhalang, mereka menjawab dengan penuh antusias bahwa pertunjukan Topeng tersebut menarik dan tidak membosankan, karena setiap pertunjukan selalu ada hal baru yang dimasukkan didalam unsur pertunjukannya, salah satu contohnya unsur cerita yang selalu dikaitkan dengan fenomena sosial budaya yang terjadi disaat itu.
4.    Cerita atau lakon
Cerita atau lakon merupakan suatu unsur utama dalam pertunjukan teater, baik teater tradisional maupun teater modern. Lakon yang diangkat dalam pertunjukan Topeng Dhalang Madura yang semula cenderung mengangkat cerita Mahabrata dan Ramayana sudah mengalami perluasan, seperti cerita-cerita rakyat setempat, dan cerita sosial masyarakat modern tidak luput dari penggarapan sutradara, baik cerita politik dan kekuasaan, tetapi tetap dikemas dalam lingkup pewayangan. Sehingga aroma tradisi Topeng Dhalang tidak lepas dari tubuh pertunjukan.
5.    Durasi
Tujuan kemasan untuk pariwisata tentunya mengubah durasi waktu pertunjukan Topeng Dhalang. Durasi pertunjukan tujuh sampai delapan jam merupakan waktu yang tidak efesien bagi  para wisatawan untuk melihat pertunjukan Topeng Dhalang sampai cerita selesai, mengingat banyak wisatawan yang tidak lama-lama berkunjung ketempat wisata, maka perlu adanya penyempitan durasi kurang lebih sampai satu sampai dua jam, tetapi tidak mengurangi makna cerita, sehingga penggarapan ceritanya lebih diperingkas tetapi kandungan dramaturgi didalamnya masih jelas dan tidak menghilangkan unsur pakemnya.
6.    Setting atau dekorasi
Penataan pentas adalah seni mewujudkan segi unsur visual yang spesifik, oleh karena itu dalam tata pentas selain aktivitas aktor memainkan lakon terdapat pula tatanan property dan hand property yang semua unsur tersebut adalah satu kesatuan.
Dekorasi yang digunakan dalam pertunjukan Topeng Dhalang kemasan baru menggunakan sebagian bentuk dekor asli tetapi tidak lengkap, tapi sangat mirip dengan aslinya, hanya saja menggunakan satu layar dekorasi yang digunakan dari awal sampai cerita atau pertunjukan slesai.

Tahapan  pertunjukuan Topeng Dhalang yang dikemas untuk pariwisata
1.      Macopat
2.      Tarian pembuka Kelana Tunjungseta
3.      Cerita
4.      Gendhing penutup

III. Penutup
  1. Kesimpulan
Topeng Dhalang  merupakan salah satu seni tradisi yang terdapat di Madura khususnya wilayah Sumenep. Jenis kesenian sudah mulai ditinggalkan oleh peminatnya, dengan adanya Jembatan Suramadu yang merupakan sarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat luar Madura berkunjung ke pulau itu. Masyarakat luar atau lazim disebut dengan wisatawan itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan semata-mata hanya ingin mencoba jembatan Suramadu saja, namun para wisatawan menginginkan untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana Madura secara luas. Masuknya unsur modernisasi yang menginginkan segala sesuatu serba instan mendorong masyarakat Madura ikut memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya untuk mendapat point lebih dari biasanya. Sehingga perlu adanya kemasan baru untuk tetap melestarikan kesenian luhur.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A.Kasim.2006.Mengenal Teater Tradisional Di Indonesia.Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Jazuli, M. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya: Unesa University Press
Kayam, Umar.1981. Seni,Tradisi,Masyarakat. Jakarta: PT.Jaya Pirusa

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP








"Aku, kau dan kalian"


Jendela bukan batas kita,
kau harus lebih dekat denganku,
dan aku harus lebih dekat dengan kalian
jangan kau sembunyikan senyuman itu dibalik rasa malu
buatlah hari ini menjadi masa kesuksesanmu kelak
dan terjanglah selalu congkaknya dunia,
selimuti dengan semangad.
jangan kau padamkan api itu,
karena aku, kau dan kalian berada disini
dihati yang terdalam.


karya Lukman Riyadi

30 Oktober 2012, Pulupanjang, Sumba Timur-NTT

" Makna Yang Tak Berjudul"


Bukan ratusan kunang-kunang yang kulihat,
Tapi segerombolan siswa yang mengerubungi tempat dimana mereka memberi makan daya
HP yang telah sekarat untuk segera diisi sumber kehidupan.
Bukan barisan penonton panggung teater yang kulihat,
tapi kami menjadi tontonan siswa dibalik jendela dengan penuh senyum dan malu mereka,
sambil menyapa " selamat pagi Bapak dan Ibu guru".
Kulihat ada sejuta harapan dihati mereka yaitu pintar dan kesuksesan.
Ku ajarkan pada mereka tentang kesederhanaan hati
kuwajibkan untuk mempunyai cita-cita,
agar bisa mencicipi manisnya kesuksesan yang selama ini didambakan.
Ratusan anak sungai bukan penghalang yang besar
karena semangat juang selalu terpacu dalam diri masing-masing.
"selamat pagi Bapak guru", sapaan itu selalu merinding ketika mereka mengucapkannya.
Kekurangan menjadikan mereka kelebihan yang tak ternilai harganya.
Semuanya adalah harga mati buat mereka.

Lukman Riyadi

30 Oktober 2012, Satap Pulupanjang, NTT

Puisi "Purnama Merindu "



Dibalik bukit kau kabarkan tentang rindu
mengisyaratkan tentang kenangan lampau
memberikan setitik cahaya yang mungkin bisa aku rasakan,
meski menyusup hening yang begitu mendalam.

syair-syair pujangga berserakan di halaman padang kerinduan
melukiskan kata yang tak bisa dijawab
tak bisa di lihat
tak bisa di dengar
tetapi hulu hati bisa merasa

malam ini bulan yang kita lihat sama
sama dalam tiap bait-bait cahayanya
sama dalam baris-baris maknanya
sama dalam kalimat-kalimat setiap kabarnya
dan selalu bersama dalam pegangan yang selalu terikat
maka aku hias semunya dalam bulan yang merindu
karena aku yakin kau akan selalu melihatnya...



Karya : Lukman Riyadi

Puisi " Pelita Harapan"



Asap mengepul dikeheningan dan terpaan dingin
Mengantarku untuk segera berlayar ke pulau kapuk
Tetapi sebentar dulu...
Pekerjaanku belum selesai
Belum juga mulai
Belum lagi ku ulang sebaris pengetehuan tadi siang...

Syair-syair binatang malam selalu membujuk
Agar aku lekas menyelesaikan malamku
Tetapi, masih ku miliki pelita dalam hati
Yang tak bisa dipadamkan dengan angin topan sekalipun
Yaitu, kesederhanaan dan semangat juang...
Aku yakin akan merangkul kesuksesan kelak
semua itu akan indah...indah....dan indah...
Seperti mentari dengan cahaya dan kehangatan,
Bulan dengan purnama,
Dan bintang dengan gemerlapnya...




Karya : Lukman Riyadi               


Puisi " Dengkuran Kubuk Lusuh"


DENGKURAN GUBUK LUSUH


Dalam hening dimalam syahdu
ribuan nyanyian serangga menghantarkan malam panjang
mendendangkan iramanya
mengantarku menuju gubuk lusuh
disini aku berada
disini aku berbuat
disini aku menghelahkan nafas panjang syukur
dan disini aku mendengarkan dengkuran kenikmatan.

sapaan angin selalu menghantarkan malam berlayarku
menuju pulau impian yang tak mungkin aku temukan di sarang yang lain
hanya aku dapatkan disini
tidak disana
dan tidak disitu,
hanya disini
digubuk sederhana yang begitu tampak lusuh...

 Karya : Lukman Riyadi



Minggu, 20 Februari 2011

Teater Eksperimental Putu Wijaya

Tulisan ini dibuat untuk menyambut

Ulang tahun Teater Populer





Teater yang hadir dengan “bahasa” yang dipahami masyarakat, akan mendapat “wilayah”, “kedaulatan”, “bentuk” dan juga “kekuasaan”. Teater yang menguasai “bahasa yang diterima masyarakat” akan memiliki kekuatan, wewenang, hak, popularitas, pengaruh dan akhirnya juga “kekebalan” yang harus ditentang.

Kalau tidak akan terjadi kemacatan teater. Dalam keadan macat, tak akan pernah lagi teater melahirkan peristiwa teater,yang memberikan sumbangn spiritual pada perkembangan budi-daya manusia. Teater akan menjadi hiburan murni yang memperbodoh seperti bermacam-macam racun yang dilahirkan oleh kegiatan pasar. Panggung akan menjadi kuburan seniman teater dan lokalisasi pelacuran dari masyarakat penonton dekaden.

Kami adalah orang-orang yang memilih untuk melawan meriam-meriam teater yang sudah mengabdi kepada pelacuran pasar. Kami terpaksa membenci pasar, Selma kami melihat tempat itu sudah begitu menggoda imansaudara-saudara kami dan membunuh banyak bakat-bakat terbaik. Selama pasar menjadi reaktor yang menguras dana yang seharusnya dapat membangun pencakar-pencakar langit dalm kerajaaan spiritual setiap diri anggota masyarakat. Sehingga pribadi-pribadi yang selyaknya dapat tumbuh sebagai unit metropolitan budaya, semakin langka. Semakin menipis, semakinkehabisan darah untuk melakukan perlawanannya pada erosi di dalam sanubari yang demakin lama semakin membuasa, kurangajar bahkan juag, maaf biadab.

Kami menentang pasar , karena ketidakmampuan serta ketidaktegaan kami sendiri untuk mendamaikan ide-ide kami tentang tontonan dengan kehendak raja-raja yang telah menjadi diktator dan berbuat berbuat semena-mena untuk kepentingan kekuasaannya sendiri. Kami memilih jalan untuk melawan, karena kami percaya, jalan yang ditempuh teater sudah dibelokkan kearah yang bertentangan dengan kemanusiaan. Cerita yang diangkat ke atas lantai pertunjukkan bukan lagi bayang-bayang kebenaran, tetapi tarian strip dari uang yang mempergunakan politik, ilmu jiwa panutan moral atau kotbah filsafat yang sudah hampir mampus, sebagai buku sucinya.

Teater sudah menjadi kabing guling dalam sebuah pesta pengkhiantan mantan-mantan sukarelawan yang semula sudah teken untuk melakukan pengabdian sosial pada kemanusiaan. Untuk itu kami berpacu melawan arus dan melakukan apa saja yang memungkinkan kami bebas dari “bahasa” yang ada.

Kami melakukan terobosan, percobaan-percobaan, pengujian serta serangan-serangan, yang pada prakteknya memberikan alternative lain. Bukan saja mengucap sesuatu, cara melihat sesuatu, cara menila seuatu cara merasakan sesuatu, cara mendengar, menghayati, menghirup, mengecap meraba, menyebut, menamakan, mmempersoalkan dan memikirkan sesuatu. Kami terutama mencecer untuk mempertimbangkan kembali segala sesuatu yang sudah diterima sebagai sebuah kebenaran mutlak yang tak perlu dipersoalkan lagi,

Kami menggugat. Kami mengaum. Kami berontak. Untuk menggantikan teks teater yang sudah kadarluwarsa. Seluruh is tontonan yang sudah kalh dan tunduk di kaki bukit kemenangan mukibat orde pengemas. Kami menyerbu idiom-idiom karatan yang sudah jadi idiologi lamban dan gemuk, untuk dipensiunkan, karena dia tidak lagi meolong dialog kita, tetapi sudah menyesatkan bukan saja masyarakat teater, tetapi juga semua tetangganya yang lain, termasuk nyamuk pers, para maecenas, partner dagang dan para pejabat-pejabat berwenang yang pada prakteknya sudah mampu menentukan hidup dan mati.

Kami melakukan sesuatu yang berbeda dengan tujuan, tata cara, bahkan juga ritus dari bukan saja apa yang sudah galib dilaksanakan, tetapi juga dari apa yang sudah pernah kami lakukansendiri. Gebrakan ini adalah serangan yang menetang ke segalaarah, termasuk ke dalam tradisi kami pribadi atau mereka yang lebih suka disebut sebagai: para pembararu.

Karena kami tidak semata-mata dijajah oleh kehendak untuk memenangkan segala sesuatu yang baru. Tidak dihantui oleh cita-cita untuk memengkan pertempuaran. Tidak didorong oleh hasrat untuk mengibarkan sebuah panji-panji kami lebih tinggi dri panji-panji orang lain. Karena kalau sampai itu terjadi, segalanya kemudian akan berakhir kembali persis seperti apa yang kami tentang. Yakini tirani baru, yang bisa lebih lalim dari apa yang ada sekarang.

Kami lebih tertarik pada api yang berkobar-kobarabadi untuk memanggan apa saja yang menjadi mapan setiap saat.termasuk apa kini atau yang pernah kami sebut sendiri, sebagai sesuatu yang baru. Lebih dari apa yang terkandung dalam pengertian “baru” baik isi maupun bentuknya, kami menginginkan ada “pertimbangan”, ada “kemungkinan”, ada ”pilihan”. Kebimbangan adalah “suci”. Kami mengusahakan untuk selalu ada jalan lain berucap, mengucapkan dan berdialog, termasuk juga menetangsendiri apa yang sedang kami kecapkan.Jalan-jalan di dalam jalan kami sendiri harus tak terbendung. Mesti terus menerus lahir. Sehingga kemungkinan bersinggungan, tumpah tindih bahkan bertentangan dalam diri sendiri adalah sesuatu yang normal.

Di mata kami berbeda dengan kesimpulan yang sudah diterima, dunia ini makin lama bukannya makin bertambah sempit, namun bertambah lebar dan tak terjamah.globalisai menambah hiruk pikuk yang melaju kegelisahan makin parah, namun juga sekaligus dikuntiy oleh keterpencilan yang sangat sepi.

Perbedaan-perbedan lama yang sudah dibunuhdalam kesepakatan dan pengertian, membuat kita tiba-tiba ngeh pada perbedaan-perbedaan baru, yang sebelumnya tak penah terbayangkan. Perbedaan yang mungkin beberapa kali lipat dari perbedaan yang ada sebelumnya. Namun perbedaan yang bukannya membuat kita bertambah jauh, tapi justru semakin membutuhkan.

Teater mengingatkan penonton pada medan kehidupan kini yang lebih rumit dan memerlukan (eksperimental) ekstra awas. Karena itu besar kemungkinan, teater akan bertentang dengan kehendak penonton.bertentanga dengan kehendak ahli-ahli filsafat, politik dan ekonomi. Bahakan bisa bertolak-belakang dengan kehendak para kritisi dan ahli seketika. Teater tidak menghasilkan rasa nikmat.teater adalah “racun”.

Teater eksperimental akan terus-menerus berlawanan dengan kehendak pasar. Bermusuhan dengan kemauan banyak orang. Dan bukan mustahil bertentangan dengan kebahagiaaan kami sendiri.

Teater eksperimental adalah teater yang tak hanya melawan kekuasaan mutlak bahasa teater yang sudah mendapat pengesahan di dalam pasar dan hati masyarakat. Teater eksperimental adalah juga teater yang setiap kali berontak pada dirinya sendiri yang sudah terjebak dalam bahasa yang diam-diam mengandung opium kemapanan.

Teater eksperimental adalah teater yang selalu menolak untuk tahu. Teater yang sanggup mengingkari dirinya setiap kali. Teater yang anti pada statusquo. Teater yang tak ingin mengada. Teater yang tak pernah diam. Teater yang selalu dalam keadaan bergerak, bimbang, meragukan, merindukan dan akhirnya mampus dalam mencari sesuatu yang belum ada, tidak ada atau mungkin tidak pernah ada.

Walhasil teater yang nihil. Teater yang zero. Namun juga sekaligus teater yang amat penuh, ambisius dan pretensius.

Teater eksperimental adalah langkah ke zone terapung, di mana ruang berlapis-lapis dengan dimensi yang tak terjangkau. Di mana kebenaran hadir dalam jutaan nuansa yang pelik dan membingungkan siapa saja yang menginginkan kemutlakan. Satu langkah lagi, satu langkah kecil lagi ntuk mendekati “misteri” yang semakin banyak kita ketahui, semakin membuat kita ragu-ragu tentang kebenaran yang ada di kepala kita.

Teater yang membuat manusia lebih menyadari keadaan yang tak berdaya. Teater yang mengingatkan manusia pada dirinya sebagai noktah yang tak punya hak dan kekuatan, yang tak kekal, yang pasti akan musnah.apalgi kalu tidak melakukan apa-apa.

Teater eksperimental adalah sebuah idiologi tontonan. Adalah sebuah ritus. Adalah sebuah kebijakan. Dan sekaligus juga: sebuah terror mental.