KESENIAN

SELAMAT DATANG
DI BLOG LooKM4N G4R3NG.
BLOG INI TERLAHIR KARENA KEINGINTAHUAN DAN KEHAUSAN
TENTANG KESENIAN

Selasa, 16 November 2010

Naskah OEDIPUS DAN JOCASTA


OEDIPUS DAN JOCASTA
DIADAPTASI DARI CERITA: RAJA OEDIPUS  KARYA: SOPOKLES
TERJEMAHAN: MENELAOS & YANNIS STEPHANIDES
ADAPTASI CERITA OLEH: SILVIA A PURBA

Sebuah tempat pemujaan dan persembahan kepada dewa. Tampak seorang penggembala sedang menyembah dewa itu.

Penggembala            :  Bencana di Thebes sungguh dahsyat. Aku tidak mengira apa yang telah aku lakukan berpuluh tahun yang lalu mengakibatkan bencana yang sungguh tidak terbayangkan. Aku melihat hasil bumi hancur, ternak-ternak yang kugembalakan pun mati oleh penyakit begitu juga dengan bayi-bayi di dalam kandungan ibunya. Aku merasa bersalah atas peristiwa ini, tak dapat kutanggung penyesalan di hatiku. Lihatlah sang Raja Thebes bingung, dikirimkanlah Creon untuk menanyakan hal ini kepada dewa. Apa gerangan penyebab bencana yang sungguh dahsyat ini? Ada kabar bahwa bencana terjadi karena pembunuh Raja Laius penguasa Thebes sebelum Oedipus belum mendapatkan balasannya atas tindakannya. Raja semakin bingung dan rakyat ikut bingung akhirnya ada keputusan untuk memanggil sang peramal yang sungguh hebat yaitu Theresias. Theresias seorang ahli nujum dan mengetahui segala hal yang terjadi di Thebes datang untuk menghadap Raja Oedipus. Lihat! Dia datang! Apakah yang diketahui tentang bencana ini? Aku tahu karena aku penyebab semua ini juga. Aku tidak akan mengatakannya kepadamu karena saat ini bukan hakku untuk berbicara.

Setelah penggembala itu pergi menyampaikan apa yang dia ingin katakana, pergilah dia dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Theresias masuk ke dalam tempat pemujaan dewa.
Theresias                  :  Apa yang dia ingin ketahui Raja yang tidak tahu apa-apa dan raja yang seolah-olah tahu akan segalanya. Mungkin telah tiba waktunya kebenaran diungkap, rahaia tersingkap. Tapi aku sebenarnya menolak untuk mengungkapkan kebenaran itu karena bencana dan kesedihan akan menyelubungi negeri ini lebih dalam. Aku telah menolak keinginan Oedipus dan seperti yang kusangka dia marah dan menuduhku seorang makhluk yang menyedihkan, berhati batu dan keras kepala. Tidak cukup dengan penghinaan itu saja dia mengejek kebutaanku. Kebutaan yang membuatku dapat melihat segala yang tersembunyi dan mengetahui kebenaran, sungguh itu sebuah penghinaan yang menyakitkan yang membuatku geram dan mengatakan kebenaran yang terlarang itu. Ya akhirnya kukatakan siapa pembunuh Raja Laius dan pembawa bencana negeri Thebes, kukatakan dengan tegas bahwa pembunuh itu adalah tidak lain dari Raja Oedipus sendiri. Dia tidak percaya malah semakin marah dan menuduhku bersekongkol dengan Creon saudara itrinya untuk menjatuhkan dia dari kekuasaan negeri Thebes. Dia menuduhku di depan semua rakyat Thebes, suatu penghinaan besar terhadapku. Hal ini tidak dapat kumaafkan akhirnya mulutku tidak dapat kuhentikan untuk mengatakan aib yang telah dia lakukan dan tidak pernah dia sadari. Kukatakan padanya bahwa dia telah mempunyai anak dari wanita yang seharusnya tidak dia nikahi dan keduanya adalah aib besar. Karena istrinya adalah ibunya sendiri dan anaknya adalah seharusnya adiknya sendiri. Aku ungkapkan itu beserta kutukan yang tidak akan dapat dia hindari, dia bisa melihat, berkuasa dan kaya tetapi semuanya itu akan berubah dengan kebutaan, melarat dan lemah, dan dia akan melata di negeri-negeri asing. Akhirnya apa yang seharusnya terjadi memang harus terjadi dengan melakukan ini semua tidak ada lagi yang aku sembunyikan.

Theresias segera meninggalkan tempat itu. Tidak lama kemudian Oedipus datang dengan perasaan kesal.

Oedipus                    :  Bangsat! Aku tidak percaya kepada peramal buta itu, aku tidak percaya. Semmua ini pasti akal bulus Creon untuk menjatuhkan aku. Aku harus tahu apa yang mereka rencanakan. Mereka tidak bisa dengan mudah mengusirku begitu saja, mereka pikir siapa aku ini, seorang yang lemah dan mudah untuk dibohongi dengan hal-hal yang sampah eperti itu?! Mereka akan mendapatkan balasannya.

Creon datang dengan muka penuh kemarahan.

Creon                       :  Oedipus, kau menuduhku berkhianat dan bersekongkol dengan Theresias untuk memberikan ramalan palsu. Dan kau menuduhku tanpa membiarkan aku berbicara.
Oedipus                    :  Apa? Mendengarkan bahwa kau bukan penjahat?
Creon                       :  Aku memang bukan penjahat.
Oedipus                    :  Aku punya bukti-buktinya.
Creon                       :  Jelaskan kepadaku.
Oedipus                    :  Kau yang mendesakku untuk memanggil peramal itu. Saat dia di sini dia menuduhku membunuh Laius, tuduhan yang telah kalian sepakati bersama.
Creon                       :  Kalau itu yang dia katakana, aku hanya mendengar darimu. Lagipula untuk apa aku berbuat demikian. Itu tidak benar, dan gila bila aku tidak setia. Pikirkanlah. Mana yang harus dipilih: memerintah dalam ketakutan ataukah menikmati tidur nyenyak sambil tetap memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa seorang penguasa? Aku akan selalu memilih yang kedua. Mengapa harus aku sia-siakan hidup semacam itu demi sesuatu yang lebih tinggi namun menjadi jahat dalam meraihnya? Kalau tidak percaya tanyalah pada Orakel. Kalau kau mendengar aku berkomplot melawanmu, bunuhlah aku. Tidak adil kau menuduh tanpa bukti yang teruji. Kesedihan akan menimpa orang yang mendorong ke samping sahabat-sahabatnya yang setia.
Oedipus                    :  aku tidak percaya ucapanmu. Hatimu busuk sampai ke jantungmu.
Creon                       :  Kau menuduhku dengan tidak benar dan kau tak akan bisa membunuhku sampai kau membuktikan kebenaran tuduhanmu.
Oedipus                    :  Kau berani mendikte apa yang harus kulakukan? Kau yang melakukan pengkhianatan maka kau harus patuh.
Jocasta                      :  Wahai! Mengapa kalian bertengkar saat bencana menimpa negeri ini? Tenangkanlah amarah kalian berdua. Pergilah Creon sebelum amarahmu semakin meluap.
Creon                       :  Saudariku, Suamimu menghendaki kematianku!
Oedipus                    :  Sebab ia tertangkap basah berkomplot menjatuhkan aku dari singgasana.
Creon                       :  demi Zeus! Biar aku dikutuk kalau aku pernah berpikir melakukanitu!
Jocasta                      :  Hormati sumpahnya itu, Oedipus, sebab itu bukan sumpah yang ringan. Pikirkanlah lagi perintahmu.
Oedipus                    :  Baiklah, aku menghormati keinginanmu. AKu tak akan menghukum orang ini, meskipun resikonya nyawaku atau pembuangan diriku yang memalukan. Tapi aku akan tetap membencinya, bahkan dari alam kubur sekalipun.
Creon                       :  Kulihat kau menyerah dengan terpaksa. Namun bila kemarahanmu telah hilang kau akan sangat menyesali kata-katamu, sebab kau bukanlah orang jahat. Orang sepertimu menimpakan hukuman kepada diri sendiri.
Oedipus                    :  Diamlah! Tinggalkan aku sekarang, sebab aku tak tahan melihatmu.
Creon                       :  Aku akn pergi. Kau telah memperlakukan aku secara tak adil, tetapi aku tahu perasaan orang-orang lain terhadapku.

Creon lalu berbalik dan pergi, mendidih oleh marah.

Jocasta                      :  Tuanku, apa sebab kemarahan dahsyat ini?
Oedipus                    :  Karena ia memfitnahku dan berkomplot untuk menjatuhkanku. Katanya akulah yang telah membunuh Laius.
Jocasta                      :  Saudaraku sendiri yang mengatakan itu?
Oedipus                    :  Ia memanggil peramal sok pintar itu untuk mengatakannya.
Jocasta                      :  Peramal apa? Semua itu omong kosong. Raja Laius pernah diramal akan mati di tangan putranya tetapi kenyataannya ia mati oleh para penyamun. Sedangkan putranya, sebelum berusia tiga hari, dia ikat kakinya dan dia serahkan kepada seorang abdinya untuk dibuang di lereng gunung. Itulah sebabnya kau tidak perlu mempercayai peramal dan ramalan, sebab yang tidak diinginkan para dewa untuk tersembunyi akan muncul ke permukaan suatu ketika.
Oedipus                    :  Kata-katamu hampir mententramkan hatiku, tetapi adakah kemungkinn Laius tidak mati oleh penyamun dan anak itu masih hidup?
Jocasta                      :  Tidak mungkin. Orang yang selamat dari peristiwa itu mengatakan demikian, ia tidak mungkin berdusta. Sedang anak itu, dia pasti sudah dimakan binatang, kalaupun hidup  dia pasti cacat karena pergelangan kakinya ditusuk besi.
Oedipus                    :  Bearkah demikian, pergelangan kaki anak itu ditusuk besi?
Jocasta                      :  Ada apa tuanku? Mukamu pucat pasi.
Oedipus                    :  Jangan bertanya, kumohon. Ceritakan tentang Laius. Bera usianya dan seperti apa wajahnya?
Jocasta                      :  Dia tinggi, ranbutnya mulai kelabu, dan wajahnya bukan tyak mirip denganmu.
Oedipus                    :  Oh Dewa! Aku takut seluruh kutukan yang baru saja kuucapkan akanmenimpaku. Aku khawatir orang buta itu memang peramal. Dan katakana orang yang menjadi saksi itu di mana dia sekarang?
Jocasta                      :  Ia memohon agar dikirim menjadi penggembala, jauh dari bata kota, dan aku mengabulkan permohonannya, karena ia eorang pelayan setia.
Oedipus                    :  Suruh pengawal mencaridan membawa ia ke sini. Suruh juga bawa penggembala yang membuang anak itu di gunung.
Jocasta                      :  Baik, tuanku. Tapia pa yang kau inginkan dari orang-orang ini.
Oedipus                    :  Apa yang kuinginkan dari mereka? Kebenaran Jocasta, kebenaran. Tahukah kau mengapa aku sampai ke Thebes ini? Aku pergi ke Apolo mengatakan aku menanggung beban kutukan berat, ditakdirkan membunuh ayahku, mengawini ibuku dan mempunyai anak yang tak akan ditengok orang. Dalam pelarianku, aku sampai di tempat Laius katamu terbunuh. Dipersimpangan jalan yang terkutuk itu, aku berjumpa dengan seorang bentara, dan di belakangnya sebuah kereta roda empat yang indah. Di dalam kereta duduk orang tepat seperti yang kau gambarkan tadi. Ketika aku mendekat, sais kereta dan orang di dalam kereta itu dengan pongah menyuruhku minggir sambil menyumpahiku. Karena tersinggung, aku terus berjalan tanpa menepi. Jalan itu sempit, dan ketika mereka mendekat, orang tua itu mengangkat tangannya dan melecut wajahku denan cambuknya yang berat. Untuk membela diri aku memukulnya sekuat tenaga dengan tongkatku. Ia jatuh terjengkang dan mati di atas bebatuan. Yang lain-lain mengeroyokku, dan aku mengalahkan mereka juga. Kini, bila orang yang kubunuh itu adalah Laius, aku…
Jocasta                      :  Kau pembunuh, Oedipus! Kau bunuh Laius? Suamiku, Raja Thebes?
Oedipus                    :  Hal itu mungkin saja. Aku tak tahu lagi Jocasta, apa yang harus aku lakukan?
Jocasta                      :  Terkutuklah engkau bila memang benar kau pembunuh Laius.
Oedipus                    :  Jocasta ampuni aku. Aku tidak tahu bencana apa lagi yang akan menimpa aku.
Jocasta                      :  Setidaknya ramalan tentang membunuh ayahmu tidak benar, kalau kau membunuh suamiku. Tentang mengawini ibumu aku harap itu juga tidak benar, kalau benar kau akan menjadi orang paling sengsara di dunia ini.
Oedipus                    :  Aku takut akan kebenaran yang mulai terlihat ini. Aku merasakan jantungku berdebar.
Jocasta                      :  Tidak heran jantungmu berdebar, bila benar kau membunuh Laius rakyat akan marah dan Thebes akan menghukummu. Mengapa kau lakukan ini terhadapku? Adakah kesalahanku atau suamiku, Laius kepadamu?
Oedipus                    :  Aku tidak tahu. Kita tunggu saja kebenaran dari mulut penggembala itu.
Jocasta                      :  Lihat, dia sudah datang. Kita akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Oedipus                    :  Itukah orangnya, sepertinya aku mengenalnya.
Jocasta                      :  Wahai pelayan Laius yang setia, kau kami panggil untuk mengetahui kebenaran.
Pelayan                     :  Kebenaran apakah gerangan, Ratu? Hamba adalah seorang penggembala yang tidak tahu apa-apa.
Oedipus                    :  Kau adalah orang yang mengetahui tentang Laius yang dibuang untuk menyelamatkan Thebes dari takdir kejam. Sekarang katakana apakah anak itu benar-benar sudah mati?
Pelayan                     :  Mengapa engkau menanyakan akan hal ini, Yang Mulia. Lebih baik aku mati saja.
Oedipus                    :  Kau akan mati sekarang orang tua, kalau kau menyembunyikan kebenaran dariku.
Pelayan                     :  Semoga para dewa mengsihaniku sekarang, sebab saat kebenaran mengerikan itu telah datang, dan aku harus bicara.
Oedipus                    :  Sudah datang kepadaku juga, dan aku harus mendengarmu bicara.
Pelayan                     :  Anak itu masih hidup Yang Mulia, aku memberikannya kepada seorang dari Korintus, penggembala Raja Polibus. Aku melakukan itu sebab aku tak sampai hati Yang Mulia. Anak itu selamat tetapi hanya  untuk membawa bencana lebih besar. Sebab bayi itu adalah Yang Mulia sendiri danketahuilah dari semua orang yang pernah dilahirkan, kaulah yang paling malang.
Jocasta                      :  Jadi benar kaulah anak itu. Oh Dewa ampunilah aku, aku mengawini anakku sendiri dan mempunyai anak darinya.
Oedipus                    :  Sungguh-sungguhkah ini? Sekarang semuanya seterang cahaya, Cahaya, kataku? Semoga aku tak akan melihat cahaya siang lagi setelah terbukti aku dilahirkan oleh orang tua larangan, tidur dengan pasangan larangan dan membunuh orang larangan pula.
Jocasta                      :  Mengapa kau menikahiku hanya untuk membawa rasa malu dalam keluarga dan negeri ini? Mengapa kau dilahirkan dari kandungan ini? Mengapa kau tidak mati saja saat itu? Kau seharusnya menjadi anak yang tidak pernah ada keberadaannya.
Oedipus                    :  Jocasta, kata-katamu sungguh kejam. Aku tidak minta untuk dilahirkan ke dunia ini. Mana aku mengetahui tentang takdir yang akan menimpa diriku. Jangan salahkan aku atas perbuatan yang tidak sengaja dan tak kukehendaki untuk terjadi. Aku tidak minta untuk mendapatkanmu sebagai istriku yang ternyata adalah ibuku sendiri. Kau juga bersalah karena kau mengandung aku.
Jocasta                      :  Begitu menusuknya ucapanmu. Kalau aku tahu ramalan itu akan seperti ini jadinya, akan kukutuk rahimku sendiri, tapi tidak, aku mengutuk kau yang masih hidup dan menjadi duri dalam daging, kau sumber bencana. Kalau kau tidak membunuh Laius, negeri ini akan aman, kau tidak akan seranjang dengan ibumu dan memiliki anak-anak darinya. Terkutuklah kau dan semoga semua kutukan yang kau keluarkan dari bibirmu akan menimpa dirimu. Jika tidak… (BElum menyelesaikan kata-katanya, Jocasta langsung pergi)
Oedipus                    :  Jocasta… Jocasta… Kau penyebab bencana ini terjadi, karena keteledoranmu dan rasa kasihanmu takdir kelam itu menjadi kenyataan. Kununuh kau!
Pelayan                     :  Ampuni aku ya Raja. Jangan.. jangan bunuh aku, Raja. Jangan… ja..ng..an (Oedipus memukul pelayan itu sekuat-kuatnya degan tongkatnya).
Jocasta                      :  Oedipus!
Tiba-tiba Jocasta masuk kembali.
Oedipus                    :  Jocasta…
Belum selesai keterkejutan Oedipus akan munculnya Jocasta, tiba-tiba Jocasta menyerbu Oedipus dan menusuk matanya dengan sebilah pisau.
Jocasta                      :  … aku yang akan melakukannya. Ha.. ha.. ha.. melihatlah dalam kegelapan Oedipus, karena itu yang pantas untukmu karena kau memang buta sejak dulu.
Oedipus                    :  Ah… terkutuklah kau Jocasta, kau juga akan mati dalam penderitaan yang panjang.
Jocasta                      :  Kutuklah aku terus Oedipus, karena sebentar lagi akan kucari anak-anak yang terlarang untuk dilahirkan kedunia ini. Kau seharusnya bersyukur karena kau tak kuijinkan melihat kematian anak-anak haram itu di tanganku. Ha.. ha..ha..
Jocasta lari pergi melaksanakan niatnya
Oedipus                    :  Jocasta! Dimana kau? Jangan lakukan Jocasta, anak-anak itu tidak tahu apa-apa. Jocasta… Deritaku sungguh tiada tara, sudah begitu kejam takdir ini mempermainkan aku masih juga tidak dibiarkannya aku menyiksa diriku sendiri. Jocasta mengapa tidak kau biarkan saja aku mati walau nanti aku tak berani melihat ayahku, monument-monumen suci, dan mengingat kebahagiaan yang kurasa di kota ini. Haruskah aku mati di tanganku sendiri?
Rakyat                      :  Kau bunuh diripun percuma wahai Raja yang cahaya sudah diambil darinya, karena kau harus menjalani takdir yang diramalkan oleh Theresias, kau akan menjadi buta seperti yang sudah terjadi, melarat dan lemah, melata di negeri-negeri asing. Itulah jalan hidupmu. Pergilah Oedipus perjalnanmu masih jauh sungguh.
Oedipus pergi meninggalkan Thebes. Sementara itu Jocasta masih berupaya mencari anak-anaknya untuk membunuh mereka
Jocasta                      :  Dimana kalian anak-anakku? Anak-anak yang seharusnya tak kumiliki. Kemarilah ada kebahagiaan menantimu. Hades sudah menunggu di pintu gerbangnya. Hades menanti kalian… Hades menanti kalian…
Rakyat                      :  Ratu Jocasta kau tidak akan pernah bisa membunuh anak-anakmu. Takdir yang kejam sudah menanti mereka dengan jalannya sendiri, tak membutuhkan bantuan tanganmu. Sungguh kasihan Ratu ditakdirkan mati dalam kesengsaraan. Kematian yang lamban dan menyakitkan, dalam kegilaan…
Jocasta                      :  Oedipus…
Di suatu tempat….
Oedipus                    :  Jocasta…

TAMAT

Januari 2007
Diketik ulang oleh Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta

0 komentar: