Oleh : Lukman Riyadi
ABSTRAK
Salah satu cara agar seni
pertunjukan tidak rebah atau mati, perlu diolah menjadi kemasan yang menarik,
sarat akan nilai estetis, namun juga
tidak meninggalkan bentuk asli dari kesenian itu sendiri. Aspek yang sangat
menjanjikan untuk dapat membantu seni pertunjukan agar tetap hidup adalah
mengemas seni pertunjukan ini kedalam aspek wisata. Pariwisata ada karena
adanya wisatawan, orang-orang yang ingin kemana-mana untuk melihat sebanyak
mungkin, seaneh mungkin, dengan biaya yang serendah mungkin dan dalam waktu
sependek mungkin (Kayam, 1981: 179). Maka pengusaha-pengusaha wisata yang
dibingkai dalam keadaan demikian mulai tergerak untuk menciptakan sarana prasarana
untuk menunjang dan memuaskan kondisi tersebut. Daerah yang telah
mengeksplorasi kekayaan alam dan kebudayaan termasuk seni pertunjukan yang
dimiliki daerahnya di Indonesia adalah daerah Bali, seniman Bali sangat peka
terhadap selera masyarakat termasuk wisatawan.
Seperti halnya Bali, di Jawa Timur
khususnya daerah Madura yang sangat kental dan erat dengan tradisi daerahnya
memiliki bentuk-bentuk kesenian khas dan berbeda dari daerah-daerah lain, gaya
hidup masyarakatnya yang sangat mencintai budaya asli daerahnya membuat
kebudayaan termasuk kesenian Madura tetap lestari didaerahnya. Namun, dengan
adanya Jembatan Suramadu yang merupakan sarana transportasi untuk mempermudah
akses masyarakat luar Madura berkunjung ke pulau itu. Masyarakat luar atau
lazim disebut dengan wisatawan itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan
semata-mata hanya ingin mencoba jembatan Suramadu saja, namun para wisatawan
menginginkan untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana Pulau Madura secara
luas. Masuknya unsur modernisasi yang menginginkan segala sesuatu serba instan
mendorong masyarakat Madura ikut memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya
untuk mendapat point lebih, agar
wisatawan yang awalnya hanya ingin tahu bagaimana keadaan pulau Madura ingin
datang lagi dan kembali lagi berkunjung kesana.
Seni Pertunjukan Topeng Dhalang Madura merupakan salah satu
seni pertunjukan tradisional masyarakat Madura yang mulai berkurang peminatnya.
Untuk mengembalikan eksistensi seni
pertunjukan Topeng Dhalang ini, seniman Madura perlu berupaya
mengubah kemasan atau bentuk pertunjukan Topeng Dhalang menjadi suatu
kemasan dengan tujuan untuk konsumsi pariwisata. Usaha
seperti ini sesungguhnya bukanlah sekedar ikhtiar agar seni tradisi tetap
lestari tetapi juga memberikan berbagai dimensi baru bagi kebudayaan tradisi
tanpa harus terjebak oleh cita-cita luhur berlebihan sebagai penjaga tradisi
(lama). Upaya seperti ini memiliki kepentingan sebagai usaha pelestarian yang
handal. Tantangan terbesar dari kesenian tradisi dalam berhadapan dengan
modernisasi dan globalisasi adalah perubahan pemaknaan fungsi dan perannya,
terutama ketika berbenturan dengan seni kontemporer dan kepentingan pariwisata,
hal ini telah menjelma menjadi sebuah tuntutan yang apabila tidak segera
ditanggapi secara kreatif, mengandung resiko ditinggalkan oleh masyarakat
"baru". Generasi muda yang dapat menghafal tradisi dan menyenangi
seni tradisi semakin sedikit, dapat menyebabakan seni tradisi terancam punah.
Kata Kunci: Topeng Dhalang,
Pariwisata, eksistensi.
I. Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Madura merupakan salah satu daerah di
Jawa Timur yang terkenal akan pesona keindahan alam, dan mempunyai berbagai
kebudayaan yang menarik dan memiliki nilai jual. Tidak hanya kebudayaannya
saja, namun kesenian yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah suatu wujud
atau hasil karya dari masyarakat Madura. Kesenian merupakan produk asli yang
diciptakan dan berkembang disuatu daerah tertentu lazim disebut kesenian
tradisional, merupakan local genius
masyarakat sangat menarik untuk dipelajari dan diolah secara kreatif agar dapat
digunakan dalam segala aspek.
Hegel dalam Bastomi (1992:36) mengatakan
bahwa perkembangan seni mengakibatkan tumbuhnya bermacam-macam seni. Seni
adalah pencerminan jiwa atau gagasan yang tertuang dalam bermacam-macam bentuk
dengan berbagai media ungkap. Ditinjau dari bentuk perwujudannya, seni terbagi
tiga jenis, yaitu: seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan, untuk
membedakan ketiga jenis seni tersebut dapat ditinjau dari cara menikmati
wujudnya. Seni rupa dikatakan seni yang kekal, dari kata kekal dapat
disimpulkan bahwa seni rupa kapanpun dan dimanapun tempatnya apabila wujudnya
sama akan sama pula orang memaknainya, sedangkan seni pertunjukan dikatakan
seni yang hilang waktu, walaupun melihat pertunjukan yang sama akan terasa
berbeda makna yang dirasakan ketika pertama menonton dan selanjutnya. Seni
pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu keadaan dimana seni itu tumbuh
dalam lingkungan-lingkungan ethnik yang
berbeda satu sama lain. Dalam lingkungan-lingkungan ethnik ini, adat, atau kesepakatan bersama yang turun temurun
mengenai perilaku, mempunyai wewenang yang amat besar untuk menentukan
rebah-bangkitnya kesenian, seni pertunjukan pada pertunjukannya.
Salah satu cara agar seni pertunjukan
tidak rebah atau mati, perlu diolah menjadi kemasan yang menarik, sarat dengan
nilai estetis, namun juga tidak
meninggalkan bentuk asli dari kesenian itu sendiri. Aspek yang sangat
menjanjikan untuk dapat membantu seni pertunjukan agar tetap hidup adalah
mengemas seni pertunjukan ini kedalam aspek wisata. Pariwisata ada karena
adanya wisatawan, orang-orang yang ingin kemana-mana untuk melihat sebanyak
mungkin, seaneh mungkin, dengan biaya yang serendah mungkin dan dalam waktu
sependek mungkin (Kayam, 1981: 179). Maka pengusaha-pengusaha wisata yang
dibingkai dalam keadaan yang demikian mulai tergerak untuk menciptakan sarana
prasarana untuk menunjang dan memuaskan kondisi tersebut. Di Indonesia yang
telah melakukan hal ini adalah daerah Bali, seniman Bali sangat peka terhadap
selera masyarakat termasuk wisatawan.
Seperti halnya Bali, di Jawa Timur
khususnya daerah Madura sangat kental dan erat dengan tradisi daerahnya
memiliki bentuk-bentuk kesenian khas dan berbeda dari daerah-daerah lain, gaya
hidup masyarakatnya yang sangat mencintai budaya asli daerah membuat kebudayaan
termasuk kesenian Madura tetap lestari. Namun, dengan adanya Jembatan Suramadu
yang merupakan sarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat luar
Madura berkunjung ke pulau itu, masyarakat luar atau lazim disebut dengan
wisatawan itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan semata-mata hanya ingin
mencoba jembatan Suramadu saja, melainkan para wisatawan menginginkan untuk
mengetahui lebih dalam tentang bagaimana Madura secara luas. Masuknya unsur
modernisasi yang menginginkan segala sesuatu serba instan mendorong masyarakat
Madura ikut memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya untuk mendapat point lebih agar wisatawan yang awalnya
hanya ingin tahu bagaimana keadaan pulau Madura ingin datang lagi dan kembali
lagi berkunjung kesana.
Seni pertunjukan Topeng Dhalang Madura merupakan salah satu seni
pertunjukan tradisional masyarakat Madura yang mulai berkurang peminatnya.
Untuk mengembalikan eksistensi seni
pertunjukan Topeng Dhalang ini, seniman Madura perlu berupaya
mengubah kemasan atau bentuk pertunjukan Topeng Dhalang menjadi suatu
kemasan dengan tujuan untuk konsumsi pariwisata. Usaha seperti ini sesungguhnya bukanlah
sekedar ikhtiar agar seni tradisi tetap lestari tetapi juga memberikan berbagai
dimensi baru bagi kebudayaan tradisi tanpa harus terjebak oleh cita-cita luhur
berlebihan sebagai penjaga tradisi (lama). Upaya seperti ini memiliki
kepentingan sebagai usaha pelestarian yang handal, tantangan terbesar dari
kesenian tradisi dimanapun ketika berhadapan dengan modernisasi dan globalisasi
adalah perubahan pemaknaan fungsi dan perannya, terutama saat berbenturan
dengan seni kontemporer dan kepentingan pariwisata, hal ini telah menjelma
menjadi sebuah tuntutan, yang apabila tidak segera ditanggapi dengan kreatif,
dapat beresiko ditinggalkan oleh masyarakat "baru". Generasi muda
yang mampu menghafal tradisi dan menyenangi seni tradisi semakin sedikit dapat
mengakibatkan seni tradisi terancam punah. Perubahan nilai dan paradigma sosial
masyarakat dalam konteks hubungan dengan seni dan penikmat seni ini merupakan
satu hal penting yang harus disiasati dengan kreatif tanpa mesti dikhawatirkan
akan mencairkan kemurnian seni tradisi itu sendiri.
Berdasarkan kondisi diatas perlu adanya kesadaran dari
generasi muda terutama masyarakat lokal untuk selalu berupaya melestarikan seni
pertunjukan Topeng Dhalang yang merupakan kesenian tradisi
masyarakat Madura, sehingga penulis tertarik untuk mengangkat seni pertunjukan
Topeng Dhalang dalam penulisan yang berjudul
"Bentuk Pertunjukan Topeng Dhalang Madura Untuk Kemasan
Pariwisata", dengan judul yang telah diangkat penulis telah menemukan
permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu: Bagaimana bentuk
pertunjukan Topeng Dhalang Madura untuk kemasan pariwisata?,
setelah pendapatkan permasalahan penulis memiliki tujuan dalam penulisan ini
untuk mengetahui bentuk pertunjukan Topeng Dhalang Madura dalam kemasan pariwisata.
Banyak manfaat yang dapat diambil ketika membaca tulisan ini, manfaat yang
dapat diambil baik bagi penulis maupun pembaca antara lain: (1) Bagi penulis
dapat menambah ilmu dengan mengadakan kajian pustaka dan pengamatan dalam
penulisan makalah ini. Selain itu, penulisan makalah ini juga dapat menambah
wawasan, pengetahuan, dan pengalaman penulis tentang teater tradisional Topeng Dhalang, (2) Bagi pembaca, sebagai bacaan
yang memberikan pengetahuan tentang kesenian Topeng Dhalang sehingga menjadi
pencerahan untuk mempertahankan dan melestarikannya.
II. PEMBAHASAN
A. Bentuk
Pertunjukan Topeng Dhalang
Seperti halnya Ludruk, salah satu jenis
seni pertunjukan di Jawa Timur, yang mengawali setiap pementasannya dengan ngremo, Topeng Dhalang juga membuka pagelaran dengan penampilan tarian Ksatria
Kelana Tunjungseta yang membawa serta empat raksasa pengiring. Cerita yang
terkandung dalam tari pembuka ini sendiri adalah tentang Dewa Siwa yang sedang
mengirim Kelana Tanjungseta beserta anak buahnya untuk mengawasi keadaan serta
perilaku manusia di bumi. Setelah tari pembukaan, Dhalang membuka dengan pemaparan prolog atau panorama, kemudian
disusul tembang-tembang Suluk. Alunan
tembang ini mengantarkan para penonton untuk memasuki inti cerita yang akan
dipentaskan. Suluk dan dialog dalam
Topeng Dhalang Madura memakai bahasa
Madura halus, sedangkan suluk
pembukaan menggunakan bahasa Jawa kuno, hal ini membuktikan bahwa topeng
awalnya berasal dari satu sumber.
Dalam setiap pertunjukan, tokoh utama
yang menggerakkan semua pemeran adalah dhalang.
Ki Dhalang sebagai pemimpin orkestra
gamelan, menyajikan suluk, narasi dan
mengucapkan dialog. Dengan suaranya yang lembut dan kadang menghentak keras Ki Dhalang memimpin penari-penari yang
bergerak di belakang topeng. Semua pemeran lakon atau penari tidak berdialog,
kecuali tokoh Punakawan karena dialog dan nyanyian seluruhnya diucapkan oleh Dhalang yang duduk di belakang layar.
Pada layar tersebut dibuat lubang kecil yang berbentuk segi empat, disinilah Dhalang mengisahkan lakon sesuai dengan
cerita, sedangkan di depan layar para pemain lakon menyesuaikan dengan
gerakan-gerakan tari setiap alur cerita yang dikisahkan Dhalang.
Setiap lakon yang dibawakan selalu sarat
dengan gaung cinta, adegan heroik
ataupun beragam petuah bermakna filosofis kehidupan yang kental, ditambah dengan gerak tarian yang terangkai
dalam gerak yang kompleks, seperti gerakan tarian yang halus, lemah lembut lalu
kemudian berubah kasar, kaku dan sedikit naif, namun dibawakan dengan penuh
emosi yang ekspresif. Dalam setiap pementasan, penampilan para penari sangat
sederhana, tetapi ekspresif sekalipun setiap gerak tari sedikit kaku, tetapi
mengandung nilai spiritual yang tinggi merupakan salah satu nilai tambah,
karena nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan masih brilian, bersih dan otentik.
Gerakan atau gaya tarian yang dipakai
dalam pertunjukan Topeng Dhalang ada
beberapa macam, diantaranya: Tandhang
Alos (tari halus), Tandhang baranyak
(tari sedang), Tandhang ghalak (tari
kasar) dan putri (gerak penari perempuan). Masing-masing tandhang ini diiringi oleh gending-gending tersendiri, seperti: Tandhang Alos yang diiringi gending-gending Puspawarna, Tallang, dan Rarari, tandhang Baranyak
diiringi gending-gending Calilit, Pedat dan Lembik, sedangkan tandhang
Ghalak diiringi gending-gending Gagak, Pucung, Kewatang Serang dan Gunungsari. Alat musik yang dipakai adalah gamelan, ditambah crek-crek
yang dipakai oleh dhalang.
Nilai positif pada Topeng Dhalang Madura adalah suasana dengan
nuansa magis yang dibangun oleh bunyi
gemerincing gongseng, getaran gongseng seakan menyebar ke seluruh
arena membentuk suasana yang diperlukan, baik suasana sedih, gembira ataupun
tegang. Nuansa magis yang lain adalah
disaat penari menghentak-hentakkan kaki, sepanjang pertunjukan tak sepi dari
suara ghungseng (gongseng), apabila
disimak memang suara satu dan lainnya memberikan ekspresi tersendiri.
Lakon yang dimainkan dalam Topeng Dhalang banyak mengambil kisah Panji atau kisah-kisah seperti Damar Wulan, namun dalam perkembangannya kisah-kisah yang dipentaskan
saat ini banyak mengambil cerita dari epik
Ramayana dan Mahabharata, dengan ditambah cerita-cerita carangan, dimana
tokoh-tokohnya tetap merupakan tokoh-tokoh Ramayana atau Mahabharata.
Dalam setiap pementasan kisah
Mahabharata lebih sering ditampilkan, karena kisah-kisah dalam Mahabharata
terdapat lebih banyak pertentangan, perseteruan dan konflik. Konflik multi
dimensi dari masalah cinta, perang saudara, perebutan tahta, ideologi maupun
pertentangan antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, saudara dengan
saudara. Konflik-konflik tersebut dibumbui dengan adu kedigdayaan, baik berupa senjata mustika maupun kesaktian yang
dimiliki oleh para ksatria. Setelah pertunjukan selesai dilanjutkan dengan seni
macopat atau mamaca sebagai lanjutan upacara ritual.
B. Seni
Tradisi Dapat Dinikmati Oleh Wisatawan
Sejak pariwisata menjadi industri yang
populer terutama karena manfaat-manfaat ekonomisnya, membuat setiap negara
berminat mengembangkan dirinya menjadi salah satu tujuan wisata. Setiap negara
akan mulai mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat dieksploitasi secara komersial, salah satu caranya adalah
mengadakan pembangunan, pengembangan, dan pembaharuan disemua bidang termasuk
bidang seni pertunjukan.
Soedarsono dalam bukunya Seni
Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata (1999:3) mengemukakan ada lima ciri utama
dari seni pertunjukan wisata di negara yang sedang berkembang, yaitu: (1)
tiruan dari aslinya, ini berarti bahwa seni pertunjukan yang disajikan untuk
kemasan periwisata tidak harus sama dengan yang asli, namun tidak menghilangkan
unsur-unsur didalamnya; (2) singkat dan padat atau bentuk mini dari aslinya,
wisatawan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk menyaksikan seni pertunjukan
disuatu daerah, tetapi membutuhkan bentuk pertunjukan yang utuh, dan tidak
dalam waktu yang lama, sehingga seniman harus membuat kemasan seni pertunjukan
yang singkat, padat namun tidak meninggalkan bentuk aslinya; (3) penuh variasi,
kreativitas seniman untuk mengemas pertunjukan yang diinginkan wisatawan
menjadi salah satu unsur yang sangat penting, karena wisatawan ingin melihat
sesuatu yang baru dan unik, seperti penggunaan kostum, tata rias, tata
panggung, serta unsur pendukung lainnya yang menarik dan tidak ketinggalan
zaman; (4) ditanggalkan nilai-nilai sakral, magis, serta simbolisnya, wisatawan
luar daerah tidak mengetahui tentang hal-hal sakral, magis, maupun simbolis
dari daerah tempat wisata yang dikunjungi, sehingga membuat seni pertunjukan
yang dikemas untuk pariwisata menghilangkan unsur-unsur tersebut, karena ada
atau tidaknya unsur tersebut tidak membuat kemasan pertunjukan ini berubah; (5)
murah harganya, harga merupakan satu hal yang selalu diperhitungkan wisatawan
sebelum berkunjung disuatu daerah, maka dari itu pemilihan harga harus tepat
agar wisatawan tidak perlu berpikir dua kali untuk datang dan melihat
pertunjukan yang ditawarkan di daerah tersebut.
Seni
tradisi yang merupakan produk asli di suatu daerah adalah sebuah aset yang bisa
menjadikan tujuan wisatawan berkunjung. Kesenian tradisi yang lahir dari
masyarakat yang mendiami suatu daerah tertentu juga dapat dieksplorasi menjadi
satu pertunjukan yang menarik dan memiliki nilai jual di indutri pariwisata.
C. Bentuk
Penyajian Topeng Dhalang Untuk
Kemasan Parawisata
Dalam pengemasan pertunjukan wisata,
para seniman Madura khususnya seniman Sumenep mulai peka terhadap selera para
wisatawan, hal itu dilakukan tidak lain untuk mengangkat nilai-nilai seni
tradisi dan memperkenalkannya kepada masyarakat luar, salah satu upaya yang
dilakukan adalah mengemas pertunjukan Topeng Dhalang untuk konsumsi pariwisata. Hal ini tentunya berbeda sekali
dengan kemasan pertunjukan yang sudah ada dan berkembang dikalangan masyarakat,
dimana masih mengedepakan nilai-nilai spiritual yang dikemas dalam bentuk
upacara ritual, sehingga masyarakat hanya bisa menonton pertunjukan Topeng Dhalang di acara-acara tertentu saja,
seperti ritual tase' (upacara laut)
dan acara pernikahan. Masyarakat masih sangat percaya akan tradisi leluhur,
meskipun sudah banyak masyarakat yang mulai meninggalkan kepercayaan itu.
Seni Topeng Dhalang yang dikemas untuk tujuan parawisata mengalami banyak
perubahan, baik dari segi gerak, blocking,
bahasa, durasi, cerita maupun settingnya.
1.
Gerak
Gerak
merupakan suatu unsur utama dalam tari maupun dalam seni teater, maka ini
menjadi tugas seorang sutradara dan koreografer untuk mengemas dengan baik,
karena pertunjukan Topeng Dhalang
tidak akan pernah lepas dari unsur tersebut, yaitu tari dan teater.
Gerakan
pembentuk cerita dan tari-tarian dalam pertunjukan topeng dhalang mestinya
tidak berubah dilihat dari segi seni tradisi yang lebih mengutamakan unsur
pakem, tetapi dengan adanya kemasan baru maka dimasukkan beberapa karakteristik
yang sebelumnya belum ada dalam pertunjukan lama, seperti memadukan gerakan
tradisi dan modern,dengan kata lain gerakan-gerakan yang digunakan tidak semua
pakem, tetapi tidak menghilangkan nilai kepakeman kesenian ini tentunya, ini
untuk menambah warna dalam pertunjukan tersebut. Salah satu gerakan perpaduan
tradisi dan modern misalnya, gerakan goyangan pinggul yang mirip dengan
goyangan orang mendengarkan musik, padahal pada seni pertunjukan Topeng Dhalang yang asli hampir tidak tampak
gerakan goyang tersebut.
2. Blocking
Blocking
adalah kedudukan tubuh pada saat diatas pentas. Dalam permainan teater, blocking yang baik sangat diperlukan,
yang dimaksud dengan blocking yang
baik adalah blocking tersebut harus
seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.
Dalam
penataan pertunjukan diatas panggung, perlu adanya struktur pemetaan yang kuat,
sehingga panggung kaya dan mempunyai banyak dimensi ruang. Seni tradisi
cenderung bersifat kaku, karena nilai luhur benar-benar dijaga, tetapi apabila
kesenian tradisi tersebut diangkat untuk kepentingan hiburan maka perlu adanya
sentuhan yang berbeda, meskipun tidak mengubah semuanya, sehingga esensinya
tidak berubah. Topeng Dhalang yang
diangkat dari ritual ke profan sangat
menarik ketika mendapatkan sentuhan-sentuhan baru yang lebih memperkaya bentuk
pemanggungan.
3.
Bahasa
Bahasa
merupakan faktor penyambung komunikasi antara pertunjukan dan penonton. Bahasa
tidak hanya berbentuk verbal, tetapi juga bisa lewat tubuh dan nada-nada dalam
musik, sehingga melalui bahasa tersebut penonton dapat menangkap maksud yang
dsampaikan, seperti pesan moral, maupun konteks cerita. Walija (1996:4),
mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif
untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Bahasa
yang digunakan dalan pertunjukan topeng Topeng Dhalang ketika diangkat untuk konsumsi pariwasata sudah mengalami
perubahan, sebelumnya bahasa yang digunakan dalang menggunakan bahasa Madura
dan sedikit campuran bahasa Jawa, tetapi disini sudah mulai ditambahkan dengan
menggunakan bahasa Indonesia, karena melihat kondisi wisatawan tidak hanya dari
pulau Madura dan Jawa saja, tetapi dari luar pulau Jawa banyak wisatawan yang
ingin menikmati pertunjukan kesenian Topeng Dhalang
Madura, seperti wisatawan dari Jakarta dan Semarang. Hal ini terbukti ketika
ada pertunjukan Topeng Dhalang dalam
acara peringatan hari jadi Kabupaten Sumenep, acara ini berlangsung rutin
setiap tahun, banyak wisatawan dari Jakarta dan Semarang khususnya mengapresi
pertunjukan Topeng Dhalang,
ketika beberapa wisatawan tersebut
ditanyakan tentang ketertarikan menonton
Topeng Dhalang, mereka menjawab
dengan penuh antusias bahwa pertunjukan Topeng tersebut menarik dan tidak
membosankan, karena setiap pertunjukan selalu ada hal baru yang dimasukkan
didalam unsur pertunjukannya, salah satu contohnya unsur cerita yang selalu
dikaitkan dengan fenomena sosial budaya yang terjadi disaat itu.
4.
Cerita atau lakon
Cerita
atau lakon merupakan suatu unsur utama dalam pertunjukan teater, baik teater
tradisional maupun teater modern. Lakon yang diangkat dalam pertunjukan Topeng Dhalang Madura yang semula cenderung
mengangkat cerita Mahabrata dan Ramayana sudah mengalami perluasan, seperti
cerita-cerita rakyat setempat, dan cerita sosial masyarakat modern tidak luput
dari penggarapan sutradara, baik cerita politik dan kekuasaan, tetapi tetap
dikemas dalam lingkup pewayangan. Sehingga aroma tradisi Topeng Dhalang tidak lepas dari tubuh
pertunjukan.
5.
Durasi
Tujuan kemasan untuk pariwisata tentunya
mengubah durasi waktu pertunjukan Topeng Dhalang.
Durasi pertunjukan tujuh sampai delapan jam merupakan waktu yang tidak efesien bagi para wisatawan untuk melihat pertunjukan
Topeng Dhalang sampai cerita selesai,
mengingat banyak wisatawan yang tidak lama-lama berkunjung ketempat wisata,
maka perlu adanya penyempitan durasi kurang lebih sampai satu sampai dua jam,
tetapi tidak mengurangi makna cerita, sehingga penggarapan ceritanya lebih
diperingkas tetapi kandungan dramaturgi didalamnya masih jelas dan tidak
menghilangkan unsur pakemnya.
6. Setting atau
dekorasi
Penataan
pentas adalah seni mewujudkan segi unsur visual yang spesifik, oleh karena itu
dalam tata pentas selain aktivitas aktor memainkan lakon terdapat pula tatanan property dan hand property yang semua unsur tersebut adalah satu kesatuan.
Dekorasi
yang digunakan dalam pertunjukan Topeng Dhalang
kemasan baru menggunakan sebagian bentuk dekor asli tetapi tidak lengkap,
tapi sangat mirip dengan aslinya, hanya saja menggunakan satu layar dekorasi
yang digunakan dari awal sampai cerita atau pertunjukan slesai.
Tahapan pertunjukuan Topeng Dhalang yang dikemas untuk pariwisata
1. Macopat
2.
Tarian pembuka Kelana Tunjungseta
3.
Cerita
4.
Gendhing
penutup
III. Penutup
- Kesimpulan
Topeng Dhalang merupakan salah satu
seni tradisi yang terdapat di Madura khususnya wilayah Sumenep. Jenis kesenian
sudah mulai ditinggalkan oleh peminatnya, dengan adanya Jembatan Suramadu yang
merupakan sarana transportasi untuk mempermudah akses masyarakat luar Madura
berkunjung ke pulau itu. Masyarakat luar atau lazim disebut dengan wisatawan
itu sengaja berkunjung ke Pulau Madura bukan semata-mata hanya ingin mencoba
jembatan Suramadu saja, namun para wisatawan menginginkan untuk mengetahui
lebih dalam tentang bagaimana Madura secara luas. Masuknya unsur modernisasi
yang menginginkan segala sesuatu serba instan mendorong masyarakat Madura ikut
memikirkan cara mengolah aset-aset daerahnya untuk mendapat point lebih dari biasanya. Sehingga
perlu adanya kemasan baru untuk tetap melestarikan kesenian luhur.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad,
A.Kasim.2006.Mengenal Teater Tradisional
Di Indonesia.Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Jazuli, M. 2008.
Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya:
Unesa University Press
Kayam,
Umar.1981. Seni,Tradisi,Masyarakat. Jakarta:
PT.Jaya Pirusa
Koentjaraningrat.
1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai
Pustaka
Soedarsono,
R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia Di
Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Walija.
1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan.
Jakarta: IKIP
0 komentar:
Posting Komentar